Minggu, 14 Agustus 2016

Agama Dan Remaja



A.    PENGERTIAN REMAJA
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adoloscentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Kata tersebut mengandung aneka kesan, ada yang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang potensinya dapat dimanfaatkan dan kelompok yang bertanggung jawab terhadap bangsa dalam masa depan. Masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional. Masa remaja kadang panjang kadang pendek tergantung lingkungan dan budaya di mana remaja itu hidup. 
Kehidupan remaja itu sendiri merupakan salah satu fase perkembangan dari diri manusia. Fase ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak dalam menggapai kedewasaan. Disebut masa transisi karena terjadi saling pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesumuanya akan mempengaruhi keadaan kehidupan remaja.[1]
Neidahart menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.[2]

B.     PERKEMBANGAN FISIK DAN PSIKIS PADA MASA REMAJA
Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot tubuh bekembang pesat sehingga kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih mirip anak-anak.
Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa. Demikian pula, segi seks. Mereka telah mampu berketurunan. Pertumbuhan jasmani dari luar dan dalam (kelenjar) yang telah matang itu akan mengakibatkan timbulnya dorongan-dorongan seks, yang perlu mendapat perhatian. Dorongan yang bersifat biologis tersebut menimbulkan kegoncangan emosi, yang selanjutnya membawa berbagai tindakan, kelakuan, atau sikap yang menjurus ke arah pemuasan dorongan tersebut.[3]
Pada pria akan nampak hal-hal seperti: (a) timbulnya rambut di daerah alat kelamin ‘public hair’; (b) timbulnya rambut di ketiak ‘axillary hair’ seringkali tumbuh rambut di lengan, kaki dan dada; (c) kulit menjadi lebih kasar; (d) kelenjar yang menghasilkan lemak di kulit ‘sebacious’ menjadi aktif sehingga timbul banyak ‘kukul’ jerawat; (e) kelenjar keringat bertambah besar dan aktif sehingga banyak keringat keluar; (f) otot tubuh, kaki dan tangan membesar; (g) timbulnya perubahan suara pada umur kurang lebih 13 tahun suara mulai membesar.[4]
Sedangkan pada wanita akan nampak hal sebagai berikut: (a) Perkembangan pinggul yang membesar dan menjadi bulat disebabkan oleh membesarnya tulang pinggul ‘pelvis’; (b) perkembangan buah dada; (c) timbulnya rambut di daerah kelamin; (d) timbulnya rambut di ketiak; (e) kelenjar sebaceous menjadi lebih besar dan aktif yang menyebabkan timbulnya jerawat; (f) kelenjar keringat menjadi lebih aktif; (g) tumbuhnya rambut di lengan dan kaki.[5]
Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian. Perhatian lawan jenis sangat diharapkan, apabila tidak mendapatkan perhatian dari lawan jenis maka terkadang akan merasa sedih, menyendiri, atau akan mencoba untuk melakukan hal-hal yang menarik perhatian. Bahkan kadang-kadang ada yang mengalami kegoncangan jiwa dengan bermacam-macam gejala.[6]
Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi remaja. Mereka akan merasa sedih, apabila diremehkan atau dikucilkan dari masyarakat dan teman-temannya. Karena itu, mereka tidak mau ketinggalan mode atau kebiasaan teman-temannya. Kadang-kadang mereka juga marah kepada orang tuanya apabila mereka mencoba membatasi mereka. Mereka juga sering marah pabila ditegur, dikritik, atau dimarahi di depan teman-temannya karena takut akan kehilangan penghargaan dirinya.[7]

C.     PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
Masa remaja merupakan masa pencapaian identitas, bahkan bisa dikatakan perjuangan pokok pada masa remaja adalah antara identitas dan kekacauan peran. Pada waktu orang remaja menemukan siapa dirinya yang sebenarnya atau identitasdiri, tumbuhlah kemampuan untuk mengikat kesetiaan kepada suatu pandangan atau ideologi.[8]
Pada usia remaja, sering kali kita melihat mereka mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan dalam beragama. Misalnya, mereka kadang-kadang sangat tekun sekali menjalankan ibadah, tetapi pada waktu lain enggan melaksanakannya. Bahkan menunjukkan sekiap seolah-olah anti agama. Hal tersebut karena perkembangan jasmani dan rohani yang yang terjadi pada masa remaja turut mempengaruhi perkembangan agamannya. Dengan pengertian bahwa penghayatan terhadap ajaran dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan jasmani dan mereka.[9]
Zakiah Daradjat, Starbuch, William James, sependapat bahwa pada garis besarnya perkembanganpenghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
 Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1.      Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut: 
Pertama; Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain. 
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2.      Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini: 
Pertama; Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa. 
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.[10]
Kehidupan keagamaan mempunyai beberapa sisi, hal ini kemudian disebut sebagai dimensi rasa keagamaan Verbit 1970 mengemukakan enam dimensi rasa agama, yaitu doctrine, ritual, emotion, knowledge, ethic, dan community.[11]
1.      Perkembangan dimensi Doctrine
Doctrine adalah pernyataan tentang hubungan dengan tuhan, oleh Stark dan Glock disebut dimensi beliefyaitu keyakinan tentang ajaran ajaran agama. Perkembangan dimensi agama pada usia remaja bersifat abstrak, yang merupakan penilaian diri secara abstrak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tuhan. Pemahaman agama pada masa remaja bisa merupakan kelanjutan dari apa yang diperoleh pada usia kanak-kanan, bisa juga merupakan hal baru yang diterima oleh remaja. Tetapi dari segi cara pandang remaja terhadap kebenaran berkaitan dengan tuhan atau kebenaran agama berbeda dengan masa sebelumnya.
2.       Perkembangan dimensi Ritual
Ritual adalah dimensi rasa keagamaan yang berkaitan dengan perilaku peribadatan yang menunjukkan pernyataan tentang keyakinan diri terhadap tuhan dan ajarannya. Pada masa remaja, tujuan dan sifat peribadatan sudah bersifat abstrak dan umum, serta sudah mulai terdapat dorongan dari dalam diri. Intensitas dan kualitas peribadatan remaja ini sangat dipengaruhi oleh pembiasaan ritual yang sudah ia terima semasa kanak kanak dan juga peristiwa peristiwa kejiwaan yang sedang dialaminya.
3.       Perkembangan Emotion keagamaan
Perkembangan dimensi emosi (emotion) keagamaan remaja banyak dipengaruhi oleh perkembangan emosi pada umumnya. Situasi emosi remaja banyak dipengaruhi oleh perasaan perasaan yang baru diantaranya rasa khawatir (anxiety) yang muncul karena proses menuju kemandirian, raa kebingungan (confusion and conflict) antara nilai dan realita yang ada di lingkungan sekitarnya, juga timbulnya perasaan cinta terhada lawan jenisnya. Kesensitifan emosi remaja disebabkan karena dalam diri mereka muncul sikap yang wajar menurut orang dewasa.
4.       Perkembangan pengetahuan keagamaan
Perkembangan pengetahuan keagamaan berkaitan dengan keterlibatan diri terhadap pemilikan pengetahuan yang meliputi semua aspek keagamaan.perkembangan intelektual remaja merupakan fase formal operation. Unsur pokok pemikirannya adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif. Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Pemikiran keagamaan yang tertanam pada usia anak yang akan muncul lagi dengan disertai daya kritik dan evaluasi terhadap pemikiran tersebut.
5.       Etik keagamaan
Perkembangan etika keagamaan erat hubungan dengan perkembangan moral, yaitu aspek jiwa yang berkaitan dengan dorongan untuk berperilaku sesuai dengan aturan moral di lingkungannya. Perkembangan moral pada usia remaja disebut fase autonomy, yaitu fase ketika orientasi moral didasarkan pada prinsip prinsip aturan yang telah terinternalisasikan dalam hati nurani melalui otoritas eksternal dan orientasi sosial.
6.      Perkembangan orientasi sosial keagamaan
Kelompok kawan sebaya merupakan faktor pemberi pengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan remaja, karena kelompok kawansebayanya merupakan media pengembangan dorongan kemandiriannya Kelompok teman sebaya seagama akan menjadi sumber proses pengayaan konsep keagamaan remaja melalui proses aplikasi perilaku dan juga menumbuhkan rasa kepedulian sosial keagamaan, sebagai dorongan diri yang diperlukan untuk dasar aplikasi ajaran agam tentang ikatan social kemasyarakatan.[12]



D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
Perkembangan rasa keamaan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya hati nurani keagamaan, baik kualitasnya pada akhir usia anak maupun perkembangan pada usia remaja. Hati nurani yang sudah tumbuh kuat pada akhir masa anak-anak akan akan memudahkan perkembangan rasa keagamaan pada masa remaja.
Faktor consience atau hati nurani ini mempunyai padanan kata superego, inner light dan inner policemen.[13] Pada masa remaja, anak masuk ke dalam tahap pendewasaan, dimana hati nurani (conscience) sudah mulai berkembang melalui pengembangan dan pengayaan pada usia anak melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi nilai tersebut terlaksana melalui proses identifikasi anak terhadap perilaku orang tuanya dan juga orang orang di sekelilingnya yang memiliki kesan dominan secara kejiwaan, sehingga terjadi proses imitasi sikap dan perilaku. Kekuatan dari kata hati sebagiannya justru terletak pada ketidak mengertian anak, karena dengan begitu konsep nilai yang masuk dalam diri anak terbentuk melalui proses tanpa tanya, begitu saja terserap tanpa adanya reaksi dari dalam. 
Proses kerja hati nurani dibantu oleh gejala jiwa yang lain yang disebut rasa bersalah (guilt) dan rasa malu (shame), yang akan muncul setiap kali ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya. Clark menyatakan bahwa kapasitas untuk memiliki kata hati adalah merupakan potensi bawaan bagi setiap manusia, tetapi substansi dari kata hati merupakan hasil dari proses belajar.
Rasa bersalah (guilt) adalah perasaan yang tumbuh jika dirinya tidak melakukan sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Beriringan dengan itu kemudian muncul rasa rasa malu (shame), yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian negatif dari orang lain terhadap dirinya. Kata hati, rasa bersalah dan rasa malu dalam perkembangan religiousitas adalah mekanisme jiwa yang terbentuk melalui proses internalisasi nilai nilai keagamaan pada usia anak, yang akan berfungsi sebagai pengontrol perilaku pada usia remaja.
Hati nurani mulai mengambil peran pada masa remaja yang juga membantu dalm proses pemilikan pandangan hidup yang akan menjadi dasar dasar pegangan hidupnya dalam bermasyarakat.
Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan:
1.       Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah menuju agma yang batiniah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
2.       Perasaaan Beragama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri remaja. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada Tuhan/Agama. Perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang.
3.      Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan, remaja cenderung dihadapkan pada konflik antara pertimbangan moral dan materil. Terhadap konflik ini remaja cenderung bingung untuk menentukan pilihan. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi cenderung pada pertimbangan lingkungan sosialnya.[14]
4.      Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja.

2.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Bisa juga didefinisikan masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa dan perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.   Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang satu sama lain bertentangan sehingga remaja menjadi terombang-ambing antara berbagai gejolak emosi yang saling bertentangan.
Pengertian remaja menurut pendidikan adalah periode peralihan dari masa siswa ke masa dewasa.  Sedangkan pengertian remaja menurut psikolog adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa.
Adapula yang mendefinisikan bahwa remaja yaitu tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja, luar dan dalam itu, membawa pengaruh terhadap remaja dalam sikap, prilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.
2.2    Perkembangan Agama Pada Masa Remaja I
Setelah si anak melalui umur 12 tahun, berpindah ia dari masa kanak-kanak yang terkenal tenang, tidak banyak debat dan soal. Mereka memasuki masa goncang, karena pertumbuhan cepat  di segala bidang terjadi. Kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula  mengalami kegoncangan karena ia kecewa pada dirinya sendiri. Maka kepercayaan remaja terhadap Tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang yang terlihat
pada cara ibadahnya yang kadang-kadang rajin kadang juga malas. Perasaannya terhadap Tuhan tergantung kepada perubahan emosi yang sedang dialaminya.  Terkadang ia sangat membutuhkan Tuhan ketika ia menghadapi bahaya, takut akan gagal atau merasa berdosa. Tapi terkadang pula ia merasa tidak membutuhkan Tuhan karena ia merasa sedang senang, riang dan gembira.
Hendaknya guru agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat. Guru agama dapat memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka sehingga kegoncangan perasaan yang dapat diatasi.
 Ciri-ciri khas masa remaja awal ( 13- 17 tahun ), yaitu :
1.    Status masa remaja dalam periode ini tidak tertentu.
Dalam periode ini status anak remaja dalam masyarakat boleh dikatakan tidak dapat ditentukan dan membingungkan. Pada suatu waktu ia diperlakukan seperti anak-anak, akan tetapi bilamana dia berkelakuan seperti anak-anak, dia mendapat teguran supaya bertindak sesuai dengan umurnya jangan seperti anak-anak.
2.    Dalam masa ini anak remaja emosional
Emosi-emosi yang dialami anak-anak remaja antara lain adalah marah, takut cemas, rasa ingin tahu, iri hati, sedih, kasih sayang dan sebagainya.
3.    Anak  remaja dalam masa ini tidak stabil keadaannya
Dalam masa ini remaja sangat tidak stabil keadaannya. Kesedihan tiba-tiba berganti dengan kegembiraan, rasa percaya diri sendiri berganti dengan rasa meragukan diri sendiri. Kestabilannya ini juga nampak dalam hubungannya dengan masyarakat. Persahabatannya berganti-ganti terutama dengan teman dari lawan jenis sehingga dia belum dapat menentukan rencana untuk masa depan.
4.    Anak-anak remaja mempunyai banyak masalah
Bagi anak remaja ia merasa memiliki banyak masalah karena dahulu di Masa Kanak-kanak dia selalu dibantu oleh orang tua dan guru dalam menyelesaikan persoalannya. Beberapa macam masalah yang dihadapi anak remaja ialah :
a.    Masalah berhubungan dengan keadaan jasmaninya
b.    Masalah berhubungan dengan kebebasannya
c.    Masalah berhubungan dengan nilai-nilai
d.    Masalah berhubungan dengan peranan wanita dan pria
e.    Masalah berhubungan dengan hubungan anggota dari lawan jenis
f.    Masalah behubungan dengan hubungan dalam masyarakat
g.    Masalah berhubungan dengan jabatan
h.    Masalah berhubungan dengan kemampuan
2.3  Perkembangan Agama Pada Masa Remaja II
Masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa anak pada waktu itu dari segi jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Istilah agama dapat dikatakan telah mencapai tingkat baligh-berakal. Mereka mengharap atau menginginkan perhatian dan tanggapan orang lain, baik dari orang tua, guru maupun masyarakat ramai agar mereka dihargai dan diperlakukan seperti orang dewasa.
Remaja sedang berusaha untuk mencapai peningkatan dan kesempurnaan kepribadiannya maka mereka juga ingin mengembangkan agama. Caranya menerima dan menanggapi pendidikan agama jauh berbeda dari masa-masa sebelumnya. Mereka ingin agar agama menyelesaikan kegoncangan dan kepincangan yang terjadi dalam masyarakat.
Kecerdasan remaja telah sampai kepada menuntut agar ajaran agama yang dia terima itu masuk akal, dapat difahami dan dijelaskan secara ilmiah dan rasional. Ada hal-hal yang menggelisahkan remaja yaitu tampaknya perbedaan antara nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh agama dengan kelakuan orang dalam masyarakat.
Oleh karena itu, sebagai guru agama hendaknya dapat memahami betul-betul perkembangan jiwa agama yang sedang dilalui oleh remaja dan memilih metode yang cocok dalam pelaksanaan pendidikan agama.
Ciri-ciri khas dalam masa remaja akhir (17 -21 tahun ), yaitu :
1.    Kestabilan bertambah
2.    Lebih matang dalam cara menghadapi masalah
3.    Ikut campur tangan dari orang dewasa berkurang
4.    Ketenangan emosional bertambah
5.    Pikiran realistis bertambah
6.    Lebih banyak perhatian terhadap lambang-lambang kematangan
Perkembangan emosi dalam masa remaja akhir
1.    Marah
2.    Takut dan cemas
3.    Iri hati
4.    Rasa menginginkan dengan sangat pada benda-benda milik anak atau orang lain
5.    Rasa senang
6.    Rasa sedih
7.    Kasih saying
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja
Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian:
1. Fase Pueral
Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia
dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.
2. Fase Negative
Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu-ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.
3. Fase Pubertas
Masa ini yang dinamakan dengan Masa AdolesenDalam pembahasan ini , Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian:1. Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki)2. Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki)3. Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki)4. Late Adolescence :   18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki)
2.5  Perasaan Beragama Pada Remaja
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama sekali.
Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.
Motivasi Beragama Pada Remaja
Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam
kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan
tata tertib masyarakat.
Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu
manusia atau intelek ingin tahu manusia.
Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan.
2.7 Pendidikan Agama Bagi Remaja
Remaja selalu menarik untuk didiskusikan oleh orang tua, guru, para ahli dan maupun remaja sendiri. Orang tua sering dibikin sibuk menghadapi anaknya yang remaja. Guru kadang gembira bila anak didiknya berprestasi, tetapi juga sering dibuat pusing menghadapi anak didiknya yang remaja mulai meremehkan peraturan dan disiplin sekolah, juga para ahli. Bahkan remaja sendiri merasa ada problem dengan dirinya sendiri: satu sisi sering dianggap dewasa tetapi masih sering dianggap sebagai anak ingusan.
Jika kita kaji rentang umur manusia, dapat kita kelompokkan menjadi empat: kanak-kanak, remaja, dewasa dan tua. Kanak-kanak, sejak balita sampai usia sekitar 12 tahun.
Remaja adalah tahap umur setelah masa kanak-kanak berakhir, dan tahap peralihan tersebut disebut remaja. Dalam perundang-perundangan, usia remaja berkisar antara 13 sampai 17 tahun, seperti (1) seorang dianggap sah sebagai calon pemilih pada pemilu bilamana mereka telah berumur 17 tahun, (2) untuk memperoleh SIM seorang harus berumur paling sedikit 17 tahun, (3) apabila seorang melakukan tindak pidana melanggar hukum seperti mencuri, sedang usianya masih dibawah 17 tahun, jika dijatuhi hukuman, tidak dikurung atau dipenjara, tetapi dititipkan selama menjalani hukuman. Di dalam Al-Qur’an istilah remaja tidak ditemukan, yang ada adalah istilah alfiyatu dan fityatun yang artinya orang muda (QS. Al Kahfi: 10 dan 13). Terdapat pula kata baligh yang dikaitkan dengan mimpi (alhulm) yang menunjukkan bahwa seorang tidak kanak-kanak lagi (QS. An-Nur 58-59). Kata baligh dalam istilah hukum Islam digunakan untuk menentukan umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam, Atau seorang bila telah aqil baligh, harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Dan, dalam perspektif psikologi, usia remaja berkisar anatara umur 13 sampai 21 tahun, sehingga usia 13 sampai 17 tahun disebut sebagai “remaja awal”, setelah itu sampai 21 tahun disebut “remaja akhir”.Dari berbagai pandangan tersebut, menunjukkan bahwa usia remaja adalah usia transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Secara fisik remaja sudah tampak dewasa, namun secara psikis belum dewasa sehingga sulit bergaul dengan kelompok dewasa atau, meski secara psikis masih kanak-kanak, namun sulit dan canggung bergaul dengan anak-anak, karena fisik mereka besar. Dilema psikologis ini sering menjadi dilema perilaku, akibatnya mencari pelarian dengan teman sebaya, yang bisa berimplikasi negatif seperti narkoba, geng remaja dan sebagainya. Disini, faktor pendidikan agama menjadi salah satu faktor penting dari sekian banyak faktor. Selain itu juga pendidikan agama dapat menjadi solusi problematika remaja
Pendidikan Agama adalah  satu-satunya solusi dalam mengatasi problematika remaja saat ini. Pendidikan Agama mendidik para remaja pada seluruh aspek (kognitif, afektif, psikomotor), terutama aspek  moralitas yang menjadi krisis terhadap kehidupan remaja. Prof  Zakiyah derajat (ahli ilmu jiwa) memberikan pesan   sehubungan dengan pembinaan dan pendidikan terhadap remaja harus menunjukkan sikap di antaranya:
1.      Tunjukan pengertian dan perhatian terhadap mereka.
2.      Bantulah remaja untuk mendapatkan rasa aman.
3.      Timbulkan Pada remaja bahwa dia disayang
4.      Hargai dan hormati mereka
5.      Berilah remaja kebebasan dalam batas-batas tertentu (Kebebasan yang tidak melanggar norma-norma Agama)
 Demikian juga Pendidikan Agama memberikan pembinaan yang lembut terhadap remaja, yang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan psikisnya. Sehingga mampu memberikan pembinaan yang baik,  sesuai dengan perkembangannya. Pendidikan Agama ini bisa dilakukan oleh orang tua, guru baik di sekolah maupun di majelis ta’lim  maupun para pendidik umumnya.
E. Faktor-Faktor Yang Mengindikasi Perkembangan Agama Pada Masa Remaja
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut  W. Starbuck adalah:
1.      Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Menurut penelitian Allport, Gillesphy dan Young menunjukkan bahwa 85% remaja Katolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya, dan 40% remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya. Dari hasil ini dinyatakan bahwa agama yang ajarannya bersifat konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang perkembangan pikiran dan mental remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.
2.      Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual.
3.      Perkembangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya perkembangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4.      Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
a.       Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
b.      Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
c.       Submissive, merasakan adanya keragauan  terhadap ajaran moral dan agama.
d.      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
e.       Deviant, menolak dasar dan hokum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
5.      Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
6.      Konflik dan Agama
Dari sampel yang diambil W. Strabuck terhadap mahasiswa Middleburg College, tersimpul bahwa dari remaja usia 11-26 tahun terdapat 53% dari 142 mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang mereka terima, cara penerapan, keadaan lembaga keagamaan dan para pemuka agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka 75% diantaranya mengalami kasus yang serupa.[5]
F.     Ciri-ciri Kesadaran beragama Yang Menonjol Pada Masa Remaja

1.      Pengalaman ketuhanannya semakin bersifat individual
Remaja semakin mengenal dirinya. Ia menemukan dirinya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapi merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa pribadi. Remaja bersifat kritis terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Ia menemukan pribadinya terpisah dari pribadi-pribadi lain dan terpisah pula dari alam sekitarnya.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi lainnya. Secara formal dapat menambah kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah labil. Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja mencari ketentraman dan pegangan hidup. Penghayatan kesepian, perasaan tidak berdaya menjadikan si remaja berpaling kepada Tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung dan penunjuk jalan dalam goncangan psikologis yang dialaminya.
2.      Keimanannya semakin menuju realitas yang sebenarnya
Terarahnya perhatian ke dunia dalam menimbulkan kecendrungan yang besar untuk merenungkan, mengkritik, dan menilai diri sendiri. Intropeksi diri ini dapat menimbulkan kesibukan untuk bertanya-tanya pada orang lain tentang dirinya mengenai keimanan dan kehidupan agamanya.
Dengan  berkembangnya kemampuan berpikir secara abstrak, si remaja mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang berhubungan dengan masalah ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, hari kebangkitan dan lain-lain. Penggambaran anthropormofik atau memanusiakan Tuhan dan sifat-sifatNya lambat laun diganti dengan pemikiran yang lebih sesuai dengan realitas.
3.      Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan.
Pada masa remaja dimulai pembentukan dan perkembnagan suatu sistem moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman keTuhanan akhirnya remaja akan menemukan Tuhannya yang berarti menemukan kepribadiannya. Ia pun akan menemukan prinsip dan norma pegangan hidup, hati nurani, serta makna dan tujuan hidupnya. Kesadaran beragamanya menjadi otonom subjektif dan mandiri sehingga sikap dan tingkah lakunya merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan keimanan dan kepribadian yang mantap.[6]
G.    Sikap Remaja Dalam Beragama
Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
1.      Percaya ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh pendidikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2.      Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
a.       Dalam bentuk positif
Yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
b.      Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecendrungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar ke dalam masalah-masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan-kepercayaan lainnya.
3.      Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a.       Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b.      Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa ynag diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
4.      Tidak percaya atau cenderung atheis
Perkembangan ke arah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orangtua, maka ia telah memendam suatu tantangan terhadap kekuasaan orangtua, selanjutnya terhadap kekuasaan apapun, termasuk kekuasaan tuhan.[7]

IV.            Kesimpulan
A.    Masa remaja merupakan masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai usia dewasa.
B.     Masa Remaja Awal (13-16)
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan, kepercayaan agama yang telah tumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan.
Masa Remaja Akhir (17-21)
Masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa anak pada waktu itu dari segi jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Remaja saat itu sedang berusaha untuk mencapai peningkatan dan kesempurnaan pribadinya, maka mereka juga ingin mengembangkan agama, mengikuti perkembangan dan alur jiwanya ynag sedang bertumbuh pesat itu.
C.     Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut  W. Starbuck adalah:
1.      Pertumbuhan pikiran dan mental
2.      Perkembangan perasaan
3.      Perkembangan sosial
4.      Perkembangan moral
5.      Sikap dan minat
6.      Konflik dan agama
D.    Ciri-ciri kesadaran agama yang menonjol pada remaja yaitu:
1.      Pengalaman ketuhanannya semakin bersifat individual
2.      Keimanannya semakin menuju realitas yang sebenarnya
3.      Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
E.     Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
1.      Percaya ikut-ikutan
2.      Percaya dengan kesadaran
3.      Percaya tapi agak ragu-ragu
4.      Tidak percaya atau cenderung atheis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar